rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Rabu, 24 Maret 2010

Menakar Urgensi Sistem KTP Digital


sumber: http://hukumonline.comSelain menambah beban masyarakat, penerapan e-KTP dinilai boros anggaran. DPR dan Bawaslu mengingatkan agar penerapan e-KTP harus menyesuaikan dengan kemapuan masyarakat. 

Tekad pemerintah untuk menerapkan sistem data kependudukan yang baru sepertinya sudah bulat. Rencana kebijakan ini salah satunya didasari pada pengalaman Pemilu 2009, ketika daftar pemilih kacau-balau. Pangkal dari kekacauan ini adalah data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak akurat. Akibatnya, banyak warga negara yang kehilangan hak pilihnya saat hari pemungutan suara.

Sebagai solusi, Kemendagri mencanangkan pembenahan dengan menciptakan sistem single identity number, dan juga sistem KTP digital yang bisa diakses di seluruh wilayah Indonesia. Sistem KTP yang baru ini diberi nama e-KTP. Masalahnya, rencana Kemendagri disambut kritikan. Sekretariat Nasional Forum untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) memprediksi penerapan e-KTP akan boros anggaran.

Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas Fitra, Ucok Sky Kadafi penerapan e-KTP hanya akan membebani masyarakat, khususnya dari segi biaya. Berdasarkan estimasi Seknas Fitra, pembuatan satu e-KTP akan memakan biaya sekitar Rp500 ribu. “Sebab sekarang saja, kalau masyarakat ingin membuat KTP biasa, pemda sudah mematok harga Rp300 ribu per lembar,” tukasnya.

Menurut Ucok, penerapan e-KTP juga akan membebani anggaran negara. Seknas Fitra mencatat bahwa dalam Nota Keuangan dan RAPBNP 2010 yang diajukan pemerintah kepada DPR, Kementerian Dalam Negeri mengajukan penambahan anggaran untuk penerapan/pembuatan e-KTP sebesar Rp358 miliar. “Padahal, dalam Dipa APBN 2010 yang sudah disetujui oleh DPR sebelumnya, penerapan e-KTP sudah ditetapkan sebesar Rp484,2 miliar, untuk enam kota atau Kabupaten,” paparnya.

Menurut hitungan Seknas Fitra, total untuk pembuatan e-KTP di enam kota/kabupaten seharusnya hanya Rp720 miliar. Seknas Fitra menduga akan terjadi pemborosan anggaran sebesar Rp122,2 miliar dari pagu RAPBNP senilai Rp842,2 miliar, jika disetujui.

Potensi pemborosan ini, menurut Ucok, harus dicegah. Salah satu caranya adalah berharap pada peran pengawasan Komisi II DPR sebagai mitra kerja Kemendagri. Komisi II, lanjutnya, harus segera memanggil Kemendagri beserta jajarannya untuk meminta penjelasan tentang dampak diterapkannya e-KTP nantinya. Pengawasan yang ketat juga dibutuhkan ketika proses tender nanti.

“Anggota DPR khususnya Komisi II untuk mengawasi proyek fantastis e-KTP dan menolak penambahan anggaran sebesar RP358 miliar dalam APBNP 2010. Alokasi anggaran dalam Dipa 2010 sebesar Rp484.2 miliar untuk e-KTP sebetulnya sudah cukup mahal, dan sesuai yang dijabarkan dalam Perpres No. 26 Tahun 2009 bahwa di dalam rekaman elektronik KTP tersimpan biodata, hanya pas photo, dan sidik jari tangan penduduk, dan pemerintah hanya mengeluarkan biaya per KTP sekitar Rp40 ribu saja,” papar Ucok.

Menanggapi tuntutan Seknas Fitra, Anggota Komisi II DPR Ida Fauziah berjanji akan melakukan pengawalan terhadap proyek e-KTP ini secara ketat. Menurut Ida, Kemendagri harus mempertimbangkan efisiensi dan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan e-KTP. “Harus berfikir bagaimana efisiensi itu bisa dilakukan. Memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan e-KTP yang berbasis elektronik itu,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Bawaslu Wirdyaningsih mengatakan pada prinsipnya rencana Kemendagri ini perlu didukung demi terciptanya data kependudukan yang akurat. Bawaslu, kata Wirdyaningsih, akan memaksimalkan perannya selaku pengawas pemilu, termasuk ketika tahap pendataan pemilih. Ia berharap Kemendragri membuat perencanaan yang matang agar ketika pelaksanaannya berjalan efektif.

“Kalau memang pembuatan e-KTP ini untuk adanya kepastian data, karena selama ini kan data itu tidak jelas, dan memang butuh biaya besar, saya pikir ini tidak masalah. Tapi kalau tujuan itu kemudian hasilnya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan kan sayang juga,” ujarnya saat dihubungi oleh hukumonline, Selasa (23/3)

0 komentar: